Konawe – Di balik dinding-dinding rumah sakit, setiap pasien membawa serta kisah dan harapan. Begitu pula yang terjadi pada seorang ibu hamil di RSUD Konawe, yang penanganannya sempat menjadi sorotan publik setelah dirujuk ke RS Bahteramas Kendari.
Namun, di balik keramaian, ada penjelasan medis dan prosedur yang layak dipahami, membawa kita pada sebuah kisah tentang keterbatasan fasilitas, komunikasi, dan upaya terbaik untuk menyelamatkan sebuah kehidupan.
Kisah ini bermula saat sang ibu hamil tiba di RSUD Konawe pada hari Sabtu. dr. Noval, Sp.OG, M.Kes, penanggung jawab pasien, menjelaskan bahwa pemeriksaan awal menunjukkan belum ada pembukaan jalan lahir, namun ketuban sudah berkurang.
Sebuah alarm kecil bagi tim medis. Lebih lanjut, berat janin yang diperkirakan hanya 1,9 kg membuat tim memutuskan untuk memberikan terapi suntik guna mematangkan paru-paru calon bayi. “Kami ingin memastikan bayi memiliki kesempatan terbaik,” tutur dr. Noval.
USG lanjutan pada hari Senin mengkonfirmasi usia kehamilan sudah cukup bulan. Namun, di sinilah tantangan muncul.
Dengan kondisi bayi yang masih kecil dan keterbatasan alat bantu napas Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) di RSUD Konawe yang saat itu penuh, keputusan sulit harus diambil, merujuk pasien ke RS Bahteramas melalui Instalasi Gawat Darurat PONEK. Sebuah keputusan yang didasari oleh prioritas utama, keselamatan ibu dan bayi.
Isu biaya sebesar Rp1.900.000 sempat menjadi perbincangan. Kepala Humas RSUD Konawe, dr. Abdianto Ilman, menjelaskan bahwa biaya tersebut bukanlah “pungutan”, melainkan uang jaminan karena pasien belum memiliki KTP.
“Ini adalah prosedur standar untuk identifikasi. Kami sudah menyarankan keluarga untuk mengurus surat domisili, dan uang jaminan akan dikembalikan penuh setelah surat diserahkan,” tegas dr. Abdianto, meluruskan kesalahpahaman.
Terkait dugaan “keterlambatan” rujukan, dr. Abdianto memaparkan bahwa proses rujukan antarrumah sakit kini melalui aplikasi SISRUTE.
Aplikasi ini membutuhkan konfirmasi dari rumah sakit tujuan, sebuah mekanisme yang dirancang untuk memastikan kesiapan dan ketersediaan fasilitas di rumah sakit rujukan.
“Ada proses koordinasi yang harus dilalui, ini demi keamanan pasien juga,” jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa pihak RSUD Konawe sebenarnya telah menawarkan ambulans, namun ditolak oleh keluarga yang memilih untuk tidak menunggu konfirmasi dari RS Bahteramas.
Manajemen RSUD Konawe mengakui bahwa di setiap penanganan pasien, selalu ada ruang untuk perbaikan, terutama dalam hal komunikasi.
Mereka sangat berharap ke depan, jalinan komunikasi antara pihak rumah sakit dan keluarga pasien dapat terjalin lebih baik.
“Kami mengimbau pasien dan keluarga untuk aktif berkoordinasi dengan dokter maupun perawat. Dengan begitu, tidak akan ada miskomunikasi, dan semua tindakan medis yang kami ambil bisa dipahami bersama,” tutup dr. Abdianto.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa di balik setiap tindakan medis, ada tim profesional yang berjuang dengan keterbatasan dan prosedur, namun selalu dengan satu tujuan, memberikan pelayanan terbaik demi kesehatan masyarakat.
Di sisi lain, bagi pasien dan keluarga, pemahaman dan komunikasi aktif adalah kunci untuk menciptakan pengalaman perawatan yang lebih baik dan transparan.
Penulis : Hasmar