Drama di UGD Konawe, Ketika Advokat “Mengamuk” dan Rumah Sakit Bicara Standar Pelayanan

Foto : RSUD Konawe

KONAWE – Sebuah insiden mengejutkan terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Konawe pada Sabtu, 14 Juni 2025, melibatkan seorang pasien advokat bernama Aspin, S.H., M.H., yang memilih meninggalkan rumah sakit dengan mencabut infus secara mandiri.

Kejadian ini sontak menjadi perbincangan, memicu pertanyaan tentang alur pelayanan kesehatan, khususnya di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dan menyoroti harapan serta kekecewaan pasien.

Menurut Humas RSUD Konawe, dr. Abdianto Ilham, Advokat Aspin tiba di IGD sekitar pukul 13.35 WITA dengan keluhan batuk, nyeri ulu hati, dada panas, nyeri seluruh tubuh, dan demam. Setelah pemeriksaan awal, tim medis menyatakan kondisi pasien tidak gawat darurat.

“Terapi awal yang kami berikan berupa cairan infus, penurun demam dan nyeri, serta obat lambung,” jelas dr. Abdi.

Namun, setelah observasi, kondisi Aspin tak kunjung membaik, mendorong dilakukannya pemeriksaan darah lengkap dan konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam, dr. Ferce, Sp.PD-KGH. Dari hasil tersebut, pihak RSUD menyarankan agar Aspin menjalani rawat inap.

Ketegangan muncul saat pengecekan jaminan kesehatan pasien. Diketahui, jaminan kesehatan Aspin sedang ditangguhkan karena tunggakan. Aspin kemudian memilih menjadi pasien umum dan meminta kamar VIP. Sayangnya, seluruh kamar VIP saat itu penuh.

“Kami menyarankan pasien untuk sementara dirawat di ruang kelas 1 sambil menunggu kamar VIP tersedia, namun yang bersangkutan menolak, mencabut infus sendiri, dan memilih meninggalkan rumah sakit sambil mengamuk,” ungkap dr. Abdi, menyayangkan kejadian tersebut.

Di sisi lain, Advokat Aspin memiliki versi cerita yang berbeda, menyoroti kekecewaannya terhadap pelayanan yang ia rasakan diskriminatif dan berbelit-belit.

Dalam keterangannya di beberapa media, Aspin mengungkapkan bahwa ia telah tiba di UGD sejak pagi hari dan berulang kali menyerahkan KTP seperti yang diminta pihak rumah sakit. Namun, hingga pukul 23.00, tak ada ruang perawatan yang diberikan.

“Saya datang untuk berobat, bukan ikut lomba foto copy KTP. Ini rumah sakit, bukan kantor catatan sipil Saya sudah sakit, masih juga di permainkan administrasi,” ungkap Aspin dengan nada kecewa.

Yang lebih memicu kekecewaannya, Aspin menyaksikan pasien lain yang datang belakangan justru langsung mendapatkan kamar, karena memilih layanan umum berbayar. Padahal, Aspin sendiri sudah menyatakan ingin dilayani sebagai pasien umum sejak awal.

“Saya bukan minta gratis, Saya minta di layani sebagai pasien umum, justru di perlakukan seperti tidak penting, ini diskriminasi” tegasnya.

Menanggapi tudingan diskriminasi, dr. Abdianto Ilham menegaskan bahwa RSUD Konawe berkomitmen memberikan pelayanan yang sama kepada seluruh pasien tanpa terkecuali, baik pengguna BPJS maupun pasien umum.

Terkait pasien yang belakangan masuk dan mendapatkan kamar inap, dr. Abdi menjelaskan bahwa pasien tersebut mendapatkan kamar kelas reguler, bukan kamar VIP yang diinginkan Aspin.

“Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh pasien tanpa membedakan status jaminan atau kelas perawatan,” tutup dr. Abdi, berharap insiden ini menjadi pelajaran untuk perbaikan layanan di masa mendatang.

Insiden ini menggarisbawahi pentingnya komunikasi yang transparan dan empati dalam pelayanan kesehatan, serta tantangan yang dihadapi fasilitas kesehatan dalam memenuhi ekspektasi pasien, terutama di tengah keterbatasan fasilitas dan tingginya permintaan.

Penulis : Hasmar

Artikulli paraprakWakil Ketua DPRD Konawe Polisikan Akun Medsos Penyebar Hoaks
Artikulli tjetërBPN Konawe Membisu, Sertipikat Tanah Picu Gugatan dan Perpecahan